Layanan streaming musik saat ini sedang
digadang-gadang sebagai salah satu calon terkuat kanal utama dalam
pendistribusian musik. Banyak rekan-rekan yang bergerak di bidang musik dan mengamati perkembangannya berbicara tentang ini. seperti Widi Asmoro dalam website-nya yang membuat tulisan berjudul "2014 Tahunnya Music Streaming di Indonesia", juga dari artikel di Antara berjudul "Industri Musik Beralih ke Digital" yang disarikan dari sebuah seminar musik digital. Bagi masyarakat umum tentu hal ini masih cukup asing karena tidak ada kampanye mengenai pengalaman streaming musik dengan gamblang. Apa kelebihan dan kekurangannya? Mengapa harus berlangganan musik streaming? Saya akan coba membahas hal-hal dasar tersebut agar lebih mudah bagi awam untuk paham. Diskusi pun terbuka untuk berkomentar dan bertanya di laman ini.
Saat ini penjualan fisik sudah jelas-jelasan turun
drastis. Kalau beranggapan ini semua hanya karena pembajakan, tentu
tidak benar. Perilaku konsumsi juga berubah karena secara sosial,
budaya dan teknologi, ada perubahan. 20 tahun lalu tidak terbayang
kalau musik bisa diputar melalui ponsel atau perangkat sebesar kotak
korek api. Ketika teknologi sudah memungkinkan hal itu, tentu pola
konsumsi pun berubah. Format musik digital menjadi format utama
industri musik saat ini (FYI CD pun termasuk format digital namun
dijual dalam bentuk fisik). Salah satu perangkat yang mengalami
booming adalah iPod. Meskipun bukan pionir di bidang pemutar musik
digital portabel, iPod sukses mengawali revolusi format musik. Apple
dengan cermat melihat potensi besar dengan menggarap iTunes Store
sebagai penyedia konten dari perangkat yang mereka ciptakan sendiri.
Smart move!
Ketika iTunes diciptakan, layanan data
seluler masih belum “merakyat” sehingga skema yang digunakan
adalah layanan pembelian musik yang diunduh. Unduhan ini akan menjadi
milik si pembeli dan bisa disimpan dalam perangkat pemutar. Saat ini
layanan lalu lintas data selular dan nirkabel sudah semakin cepat dan membuat kita bisa
leluasa menikmati konten audio bahkan video melalui koneksi seluler
secara streaming tanpa harus menyimpannya dalam perangkat portable
kita. Layanan streaming pun bermunculan dan menjadi begitu besar.
Youtube jadi layanan terbesar dalam hal streaming video musik resmi.
Streaming audio bisa didapatkan di layanan seperti Spotify Rdio, dan
Deezer. Pabrikan perangkat teknologi pun mulai meramaikan layanan
streaming konten. Saat ini Nokia punya Mix Radio, Sony Mobile dengan Sony
Music Jive dan banyak pabrikan lain yang menggarap sistem serupa.
Secara bisnis, skemanya biasanya dalam bentuk langganan atau
pendapatan iklan. Pengguna akan diminta membayar biaya untuk
berlangganan selama periode tertentu dan dengan fitur tertentu.
Layanan gratis juga ada yang tersedia namun banyak batasan serta
kehadiran iklan dalam tampilan layanan tersebut. Biasanya penyedia
layanan akan memberi masa percobaan tanpa dipungut biaya agar
pelanggan bisa menikmati pengalaman dari layanan mereka. Jika cocok,
maka pelanggan tinggal meng-upgrade untuk menjadi pelanggan penuh.
Ada juga sih layanan streaming yang gratis bagi user, namun tentunya
ada skema bisnis dibaliknya yaitu pendapatan iklan atau sebagai value
added service dari perangkatnya.
Mengapa streaming dianggap sebagai masa
depan industri musik? Mari kita bahas di bagian ini.
Konten tidak mudah digandakan
Pengunduhan file musik membuat
seseorang memiliki akses untuk membagikan dengan cara menggandakan.
Istilah “File Sharing” memang kadang memicu kontroversi karena
kepemilikan file-nya. Namun sebenarnya, file tersebut mengandung hak
kekayaan intelektual yang harus memiliki nilai ekonomis yang diakui secara hukum. Sayangnya secara teknis,
sistem yang ada dalam sebuah file musik digital unduhan belum bisa melindungi hal ini. Konsep musik streaming
menjadi aman dari penggandaan tanpa izin karena file tidak diunduh
secara utuh ke perangkat sehingga tidak tergandakan. Kenapa ini
penting? Karena penggandaan/penyebaran konten musik secara ilegal
saat ini di Indonesia saja sudah merugikan industri musik sampai
dengan sekitar 6 miliar Rupiah per hari! Bayangkan kalau perputaran
uang sebanyak itu bisa sampai ke tangan para artis dan pencipta lagu.
Tentu musisi tidak akan takut untuk membuat musik sesuai kreatifitasnya karena tanpa
harus menjadi hits mainstream pun penghasilannya akan mencukupi. Pada
akhirnya semua label pun akan berani merilis materi-materi yang
selama ini dianggap tidak komersial.
Karena konten streaming tidak perlu
diunduh secara utuh, otomatis media penyimpanan data yang ada dalam
perangkat pemutar musik digital tidak akan dipenuhi oleh banyaknya
file. Hal ini menjadi penting karena berarti pengguna tidak perlu
menghapus file-file untuk menggantinya dengan yang baru. Pengguna
juga tak perlu report membeli media penyimpanan tambahan baik sebagai
perpustakaan maupun sebagai cadangan.
Harga lebih murah
Layanan langganan streaming musik
menjadi begitu murah karena pelanggan bisa menikmati banyak sekali
lagu dengan hanya satu harga yang tetap dan dihitung berdasar waktu. Kita ambil contoh Deezer yang saat ini menawarkan dengan berlangganan sebesar 2,49 Dollar AS
per bulan pelanggan bisa menikmati 30 juta lagu untuk pengaksesan
melalui komputer saja. Di kelas berikutnya degan harga 5.99 Dollar AS
kita bisa mengakses dari komputer, mobile phone dan tablet. Selain
itu ada fitur yang memungkinkan kita memutar lagu meskipun tanpa
koneksi internet. Jika dibandingkan dengan pembelian lagu lewat
unduhan, untuk 1 album internasional di iTunes, harganya biasanya
sekitar Rp.35.000 - Rp.100.000. Memang hal ini juga mempengaruhi pemasukan bagi
artis karena pembagiannya menjadi begitu kecil namun diharapkan
kedepannya kuantitas jumlah pelanggan dan pemutaran pun semakin
besar.
Kelebihan ini akan membuat pengalaman musik menjadi begitu luas. Kesempatan artis untuk didengar siapapun akan terbuka. Tidak mustahil lagi bagi artis debutan tanpa dana pemasaran yang masif untuk bisa mendunia. Tanpa resiko salah beli lagu, pengguna akan berani mendengarkan lagu apa pun karena ia tidak harus membelinya. Bayangkan potensi yang ada dari hal ini.
Melihat beberapa hal diatas, maka tak
salah kalau menganggap layanan streaming musik bisa menjadi salah
satu calon kanal distribusi utama dalam industri musik. Meskipun
disamping itu tentu tetap ada potensi di format fisik dalam berbagai
medium. Khusus di Indonesia, layanan iTunes baru berjalan sekitar
satu tahun dan kini makin menunjukkan peningkatan angka penjualan
meskipun belum booming. Di AS dan Eropa layanan pembelian lagu
unduhan sudah booming terlebih dahulu kemudian diikuti perkembangan layanan streaming yang menutupi kekurangan-kekurangan layanan toko pengunduhan musik. Jika di Indonesia polanya akan serupa maka tampaknya layanan streaming
lagu di Indonesia perlu kerja ekstra untuk menjadi pilihan utama saat ini.
Selain itu juga ada kendala lain yang akan menyandung proses ekspansi
layanan streaming musik di Indonesia. Mengenai tantangan-tantangan
itu akan saya bahas di tulisan berikutnya.
Sebagai penutup tulisan kali ini, saya
mengajak pecinta musik untuk mulai menghargai para artis, pencipta
lagu dan orang-orang di belakang karya musik dengan menghargai hak
kekayaan intelektual mereka. Ada hak royalti didalam karya mereka yang menjadi sumber mata pencaharian dan ingat, royalti tidak datang dari langit.
Bayangkan kalau musik tak lagi bisa dinikmati lewat rekaman karena
punah ketika tak punya nilai ekonomis. Lihat apa yang terjadi dengan rekaman lawak
yang kini nyaris tak pernah diproduksi lagi dalam bentuk rekaman
suara. Apa jadinya kalau itu terjadi pada musik? Apakah anda rela
musik hilang begitu saja dari keseharian?