Saturday, May 17, 2014

Mengupas Layanan Streaming Musik - Part 1

Layanan streaming musik saat ini sedang digadang-gadang sebagai salah satu calon terkuat kanal utama dalam pendistribusian musik. Banyak rekan-rekan yang bergerak di bidang musik dan mengamati perkembangannya berbicara tentang ini. seperti Widi Asmoro dalam website-nya yang membuat tulisan berjudul "2014 Tahunnya Music Streaming di Indonesia", juga dari artikel di Antara berjudul "Industri Musik Beralih ke Digital" yang disarikan dari sebuah seminar musik digital. Bagi masyarakat umum tentu hal ini masih cukup asing karena tidak ada kampanye mengenai pengalaman streaming musik dengan gamblang. Apa kelebihan dan kekurangannya? Mengapa harus berlangganan musik streaming? Saya akan coba membahas hal-hal dasar tersebut agar lebih mudah bagi awam untuk paham. Diskusi pun terbuka untuk berkomentar dan bertanya di laman ini.

Saat ini penjualan fisik sudah jelas-jelasan turun drastis. Kalau beranggapan ini semua hanya karena pembajakan, tentu tidak benar. Perilaku konsumsi juga berubah karena secara sosial, budaya dan teknologi, ada perubahan. 20 tahun lalu tidak terbayang kalau musik bisa diputar melalui ponsel atau perangkat sebesar kotak korek api. Ketika teknologi sudah memungkinkan hal itu, tentu pola konsumsi pun berubah. Format musik digital menjadi format utama industri musik saat ini (FYI CD pun termasuk format digital namun dijual dalam bentuk fisik). Salah satu perangkat yang mengalami booming adalah iPod. Meskipun bukan pionir di bidang pemutar musik digital portabel, iPod sukses mengawali revolusi format musik. Apple dengan cermat melihat potensi besar dengan menggarap iTunes Store sebagai penyedia konten dari perangkat yang mereka ciptakan sendiri. Smart move!

Ketika iTunes diciptakan, layanan data seluler masih belum “merakyat” sehingga skema yang digunakan adalah layanan pembelian musik yang diunduh. Unduhan ini akan menjadi milik si pembeli dan bisa disimpan dalam perangkat pemutar. Saat ini layanan lalu lintas data selular dan nirkabel sudah semakin cepat dan membuat kita bisa leluasa menikmati konten audio bahkan video melalui koneksi seluler secara streaming tanpa harus menyimpannya dalam perangkat portable kita. Layanan streaming pun bermunculan dan menjadi begitu besar. Youtube jadi layanan terbesar dalam hal streaming video musik resmi. Streaming audio bisa didapatkan di layanan seperti Spotify Rdio, dan Deezer. Pabrikan perangkat teknologi pun mulai meramaikan layanan streaming konten. Saat ini Nokia punya Mix Radio, Sony Mobile dengan Sony Music Jive dan banyak pabrikan lain yang menggarap sistem serupa. Secara bisnis, skemanya biasanya dalam bentuk langganan atau pendapatan iklan. Pengguna akan diminta membayar biaya untuk berlangganan selama periode tertentu dan dengan fitur tertentu. Layanan gratis juga ada yang tersedia namun banyak batasan serta kehadiran iklan dalam tampilan layanan tersebut. Biasanya penyedia layanan akan memberi masa percobaan tanpa dipungut biaya agar pelanggan bisa menikmati pengalaman dari layanan mereka. Jika cocok, maka pelanggan tinggal meng-upgrade untuk menjadi pelanggan penuh. Ada juga sih layanan streaming yang gratis bagi user, namun tentunya ada skema bisnis dibaliknya yaitu pendapatan iklan atau sebagai value added service dari perangkatnya.

Mengapa streaming dianggap sebagai masa depan industri musik? Mari kita bahas di bagian ini.






Konten tidak mudah digandakan
Pengunduhan file musik membuat seseorang memiliki akses untuk membagikan dengan cara menggandakan. Istilah “File Sharing” memang kadang memicu kontroversi karena kepemilikan file-nya. Namun sebenarnya, file tersebut mengandung hak kekayaan intelektual yang harus memiliki nilai ekonomis yang diakui secara hukum. Sayangnya secara teknis, sistem yang ada dalam sebuah file musik digital unduhan belum bisa melindungi hal ini. Konsep musik streaming menjadi aman dari penggandaan tanpa izin karena file tidak diunduh secara utuh ke perangkat sehingga tidak tergandakan. Kenapa ini penting? Karena penggandaan/penyebaran konten musik secara ilegal saat ini di Indonesia saja sudah merugikan industri musik sampai dengan sekitar 6 miliar Rupiah per hari! Bayangkan kalau perputaran uang sebanyak itu bisa sampai ke tangan para artis dan pencipta lagu. Tentu musisi tidak akan takut untuk membuat musik sesuai kreatifitasnya karena tanpa harus menjadi hits mainstream pun penghasilannya akan mencukupi. Pada akhirnya semua label pun akan berani merilis materi-materi yang selama ini dianggap tidak komersial.




Konten tidak membebani media penyimpan dalam perangkat pemutar
Karena konten streaming tidak perlu diunduh secara utuh, otomatis media penyimpanan data yang ada dalam perangkat pemutar musik digital tidak akan dipenuhi oleh banyaknya file. Hal ini menjadi penting karena berarti pengguna tidak perlu menghapus file-file untuk menggantinya dengan yang baru. Pengguna juga tak perlu report membeli media penyimpanan tambahan baik sebagai perpustakaan maupun sebagai cadangan.




Harga lebih murah
Layanan langganan streaming musik menjadi begitu murah karena pelanggan bisa menikmati banyak sekali lagu dengan hanya satu harga yang tetap dan dihitung berdasar waktu. Kita ambil contoh Deezer yang saat ini menawarkan dengan berlangganan sebesar 2,49 Dollar AS per bulan pelanggan bisa menikmati 30 juta lagu untuk pengaksesan melalui komputer saja. Di kelas berikutnya degan harga 5.99 Dollar AS kita bisa mengakses dari komputer, mobile phone dan tablet. Selain itu ada fitur yang memungkinkan kita memutar lagu meskipun tanpa koneksi internet. Jika dibandingkan dengan pembelian lagu lewat unduhan, untuk 1 album internasional di iTunes, harganya biasanya sekitar Rp.35.000 - Rp.100.000. Memang hal ini juga mempengaruhi pemasukan bagi artis karena pembagiannya menjadi begitu kecil namun diharapkan kedepannya kuantitas jumlah pelanggan dan pemutaran pun semakin besar.



Tak ada resiko salah beli lagu
Kelebihan ini akan membuat pengalaman musik menjadi begitu luas. Kesempatan artis untuk didengar siapapun akan terbuka. Tidak mustahil lagi bagi artis debutan tanpa dana pemasaran yang masif untuk bisa mendunia. Tanpa resiko salah beli lagu, pengguna akan berani mendengarkan lagu apa pun karena ia tidak harus membelinya. Bayangkan potensi yang ada dari hal ini.


Melihat beberapa hal diatas, maka tak salah kalau menganggap layanan streaming musik bisa menjadi salah satu calon kanal distribusi utama dalam industri musik. Meskipun disamping itu tentu tetap ada potensi di format fisik dalam berbagai medium. Khusus di Indonesia, layanan iTunes baru berjalan sekitar satu tahun dan kini makin menunjukkan peningkatan angka penjualan meskipun belum booming. Di AS dan Eropa layanan pembelian lagu unduhan sudah booming terlebih dahulu kemudian diikuti perkembangan layanan streaming yang menutupi kekurangan-kekurangan layanan toko pengunduhan musik. Jika di Indonesia polanya akan serupa maka tampaknya layanan streaming lagu di Indonesia perlu kerja ekstra untuk menjadi pilihan utama saat ini. Selain itu juga ada kendala lain yang akan menyandung proses ekspansi layanan streaming musik di Indonesia. Mengenai tantangan-tantangan itu akan saya bahas di tulisan berikutnya.


Sebagai penutup tulisan kali ini, saya mengajak pecinta musik untuk mulai menghargai para artis, pencipta lagu dan orang-orang di belakang karya musik dengan menghargai hak kekayaan intelektual mereka. Ada hak royalti didalam karya mereka yang menjadi sumber mata pencaharian dan ingat, royalti tidak datang dari langit. Bayangkan kalau musik tak lagi bisa dinikmati lewat rekaman karena punah ketika tak punya nilai ekonomis. Lihat apa yang terjadi dengan rekaman lawak yang kini nyaris tak pernah diproduksi lagi dalam bentuk rekaman suara. Apa jadinya kalau itu terjadi pada musik? Apakah anda rela musik hilang begitu saja dari keseharian?