Wednesday, March 5, 2014

"Stay At Home Mom" - Pahlawan Domestik



Istilah "Stay At Home Mom" tampaknya sekarang makin banyak dibahas. Dulu biasa disebut Ibu Rumah Tangga. Tapi menurut saya "Stay At Home Mom" lebih dari itu.

Saya saat ini bekerja sebagai pegawai di bidang pemasaran. Jam kerja saya kurang lebih 45-55 jam per minggu. Pekerjaan yang saya jalani memang menopang ekonomi keluarga kami sehari-hari. Sifat pekerjaan kepegawaian saat ini jadi zona aman bagi topangan ekonomi kami.

Istri saya adalah seorang "Stay At Home Mom". Jika dikalkulasikan jam kerjanya bisa hingga 16-20 jam per hari tanpa libur akhir pekan. Di sela-sela pekerjaan membesarkan anak dan mengurus rumah tangga, seorang "Stay At Home Mom" kadang juga bekerja yang menghasilkan uang. Istri saya adalah seorang seniman visual yang masih tetap berkarya. Meskipun berkarya adalah hidupnya tapi semenjak anak kami lahir, prioritas itu beralih. Anak kami adalah prioritas utama dan itulah dasar keputusan kami untuk memilih jalan bagi istri saya menjadi "Stay At Home Mom". Sebuah pekerjaan yang tidak digaji dengan uang, tapi dengan senyuman, tangisan, pengalaman dan tawa anak kami.

Momen tumbuh kembang anak bukan sebuah rekaman yang bisa di putar ulang begitu saja. Usaha anak untuk tengkurap, kejadian jatuh dari tempat tidur karena sudah bisa berguling, respon-respon pertama pada rangsangan indera, dan banyak lagi momen yang harus terekam oleh orangtua. Saya tidak mau momen-momen itu terjadi tanpa ada kehadiran salah satu dari kami. Anak kami harus bisa merasakan bahwa ada kami disetiap saat penting tersebut. Kami ingin ia merasakan keberadaan ibunya saat ia berusaha sekuat tenaga, jatuh bangun belajar berdiri.

"Stay At Home Mom" bukan para ibu rumah tangga yang asal tak bekerja dan nganggur saja di rumah. "Stay At Home Mom" adalah para ibu yang mendedikasikan dirinya pada pekerjaan menjadi seorang ibu. Peran ibu dijalani dengan tenaga bantuan seminim mungkin agar interaksi dengan anak bisa semaksimal mungkin. Targetnya bukan angka penjualan, KPI, atau pun rating. Target para "Stay At Home Mom" adalah kesehatan, kenyamanan, kepandaian, kecakapan dan berbagai pencapaian yang tidak melulu diukur lewat nominal. Sebuah target yang di satu sisi tak hingga namun di sisi lain ada batasnya. Sebuah pekerjaan yang absurd dari segi rasional namun mulia luar biasa. Sebuah peran yang begitu penting bagi sang anak meski tak tahu apresiasi apa yang akan didapat. Sebuah perjudian yang ikhlas dilakukan 1000%.

Saya begitu bersyukur untuk kenyataan bahwa keluarga kami diberi kesempatan oleh Allah untuk istri saya menjadi "Stay At Home Mom". Jujur saja, banyak sekali ibu yang tidak punya kesempatan yang sama karena topangan ekonomi keluarga pun ada di pundak mereka. Bukan tak salut dengan para ibu yang tetap mencari nafkah, tapi bila dirasa sang ibu bisa jadi "Stay At Home Mom", sebaiknya jangan buang kesempatan itu. Saya kadang melihat seorang ibu rumah tangga yang menitipkan begitu saja anaknya di tempat bermain sementara mereka asik arisan atau belanja hura-hura. Buat saya ini agak konyol karena waktu tak bisa diulang dan bayangkan menit-menit kebersamaan itu terbuang begitu saja demi mencari sepasang sepatu obral atau selfie pakai tongsis dengan teman geng arisan. Sedih.

Bagi para ayah juga mulailah berusaha untuk bekerja dua kali lebih keras agar istri bisa menjadi "Stay At Home Mom". Percayalah, pekerjaan "Stay At Home Mom" bukan sekedar internetan di rumah sambil sesekali menggendong anak. Bayangkan memasak, membersihkan berbagai perlengkapan bayi, mencuci, mengawasi, mengajarkan sembari belajar dan menyiapkan berbagai hal untuk esok hari. Semua dilakukan di tengah tekanan yang tidak rasional seperti anak menangis hanya karena tidak bisa memasang bongkahan-bongkahan Lego dengan benar. Belum lagi jika anak sedang ada gangguan kesehatan. Bayangkan itu semua terjadi setiap hari tanpa libur. Di saat anak tidur, "Stay At Home Mom" tidak ikut tidur tapi melakukan pekerjaan yang tidak "child safe" seperti menyetrika, masak, dll. Di saat senggang bukan istirahat yang dilakukan tapi mempelajari tentang penyakit yang sedang diderita anak, tentang memasak makanan sehat, dan banyak lagi. "Stay At Home Mom" harus cakap, pintar, tegas dan punya hati.

"Stay At Home Mom" adalah para pahlawan. Istri saya adalah pahlawan bagi saya. "Stay At Home Mom" bukan para perempuan yang bisa disepelekan karena di tangan mereka bibit masa depan dibesarkan.





Sekali lagi saya bukan bermaksud menyepelekan para ibu yang bekerja, tapi jika memungkinkan menjadi "Stay At Home Mom", jalankanlah dengan seluruh jiwa raga. Juga bagi para ayah, hargailah istri yang menjadi "Stay At Home Mom". Mereka pekerja keras dan perempuan istimewa.

2 comments:

  1. Bagus artikel nya. Memang "Stay At Home Mom" ini pahlawan bagi keluarga.

    ReplyDelete
  2. benerrr bgt itu ponn... apa yg lo tulis itu persiss bgt kejadian shari2 stay at home mom.. yg baru 3 bln ini gw rasain, stlh seumur anak gw 3,5thn baru deh gw bs bener2 "pegang" sendiri anak gw pon..
    lucky you mamanya ava.. smangat trus yaakk.. thanks for sharing pon..

    ReplyDelete