Tuesday, September 23, 2014

Artikel di Market+ Magazine: Musik dan Kanal Bisnis Baru


Beberapa waktu lalu saya diwawancara oleh mbak Asri Nur Aini, jurnalis dari Market+ Magazine yang akan menerbitkan edisi September bertemakan industri musik. Sayang sekali ada kesalahan dalam penulisan nama saya dalam artikel tersebut. Tapi bagaimanapun terima kasih untuk Market+ yang telah mengangkat tema ini dalam publikasinya. Berikut ini adalah artikel hasil wawancara tersebut.

Musik dan Kanal Bisnis Baru
Selain perkembangan layanan streaming musik, kini banyak perusahaan rekaman yang memiliki divisi artist management hingga event organizer. Pasar off air di Indonesia masih begitu besar karena populasi dan luasnya wilayah negara kita menjadikan permintaan pasar akan hiburan live music masih besar.

Pondra Priyanto (catatan buat redaksi: harusnya Priyono) dari Sony Music Indonesia menyampaikan bahwa industri musik adalah sebuah industri yang luas dan tak terbatas pada artis di depan panggung. “Banyak hal menarik di belakang layar seperti pemasaran, teknis audio, artist management , produksi pertunjukan, pengembang digital, pendidikan musik, dan banyak lagi. Khusus untukmusisi, tak usah takut dengan tantangan dunia musik profesional,” tutur Pondra.

Ia berpendapat bahwa hal utama bagi para talent muda yang tertarik terjun di industri musik adalah mempelajari industrinya agar bisa melihat kesempatan lebih banyak dan antisipasi terhadap risiko yang ada. “Lewat pemahaman industri yang baik kita bisa masuk ke dalamnya lewat jalur-jalur tak konvensional yang kadang bisa mengagetkan pasar dan justru membawa kesuksesan,” lanjutnya.

Sebagaimana halnya tim dari Sony Music Indonesia yang memahami tentang pertumbuhan industri yang berujung pada inovasi. Potensi layanan musik streaming yang dikembangkan salah satunya dengan meluncurkan aplikasi Sony Music Jive. Aplikasi streaming dan download musik ini tersedia secara cuma-cuma dalam beberapa tipe smartphone Sony Xperia. Pelanggan bisa menikmati ratusan ribu lagu baik lokal maupun internasional dari beberapa record label di aplikasi ini.

“Di ranah artist management kami memasarkan artis-artis yang kami naungi untuk penampilan di berbagai event dan juga untuk kebutuhan brand activation hingga brand ambassador bagi klien. Kami juga memiliki divisi yang siap menyelenggarakan berbagai jenis event terutama yangmelibatkan unsurmusik didalamnya,“ jelas Pondra.

Di luar kanal-kanal bisnis tersebut, terdapat upaya menggali potensi bisnis musik di berbagai bidang lain seperti music synchronization (penggunaan musik/lagu) hingga international artist provider . Pondra berharap Sony Music Entertainment Indonesia terus berinovasi tak hanya mengikuti perkembangan pasar tetapi juga menjadi pionir di industri musik dan kreatif. 
(ANA)
 
Link Market+ Magazine versi online:

Friday, September 19, 2014

UU Hak Cipta dan Kehormatan Bangsa



Apa sih pentingnya hak cipta? Bayangkan hidup masyarakat Indonesia selama ini secara serampangan memerkosa hak cipta dan tak malu mempertontonkannya ke siapa saja. Kenapa saya bisa bilang begitu? Contoh saja di media sosial, tak banyak yang malu mengatakan kalau dirinya sedang nonton DVD suatu film yang jelas-jelas secara resmi film tersebut belum dirilis dalam format DVD. Jujur saya pun masih belum bisa sepenuhnya tak mengonsumsi karya cipta bajakan. Saya tau itu salah dan sangat memalukan!

Pelaku industri kreatif bisa sedikit mengambil nafas lega dengan disetujuinya Revisi atas UU Hak Cipta pada 16 September lalu. Hal ini dirasa sangat pas seiring akan dilantiknya juga pemerintahan baru yang dipimpin oleh presiden terpilih Joko Widodo dalam selang waktu yang tak terlalu lama. Seperti telah disaksikan oleh rakyat Indonesia, Joko Widodo pernah menyampaikan dukungannya pada bidang ekonomi kreatif. Hak cipta menjadi salah satu elemen paling penting dari berbagai kegiatan ekonomi kreatif karena inilah regulasi yang akan mengatur muara industri kreatif yaitu para pencipta dan pemegang hak cipta. Revisi terbaru dari UU Hak Cipta kini memberikan jangka waktu atas atas hak cipta menjadi lebih panjang dan memungkinkan untuk diwariskan. Selain itu juga tertera pasal-pasal perlindungan yang lebih jauh.

Sebagai keluarga yang hidup dari industri kreatif, saya apresiasi pihak pemerintah dan parlemen atas UU ini. Nafkah keluarga kami kini semakin terlindungi. Satu hal yang jadi penekanan adalah penantian akan penegakannya. Seberapa “seksi” isu ini secara politis? Selama tidak menimbulkan gejolak massa, mungkin UU ini akan hanya jadi benang basah yang tak bisa tegak. Impoten!

Ya, faktor politis jadi penting. Ini sudah terbukti ketika terjadi apa yang disebut oleh industri musik tanah air sebagai “Black October” yaitu ketika di bulan Oktober 2011, pemerintah memutus aktivasi layanan RBT di semua operator selular karena kasus pencurian pulsa oleh beberapa oknum. Ibarat tikus di lumbung padi yang diburu dengan cara membakar lumbung. Banyak perusahaan penyedia konten dan juga perusahaan rekaman yang tak bersalah harus melakukan PHK atau bahkan menutup perusahaan. Bayangkan pasar yang sudah terbentuk harus terhenti secara mendadak. Kenapa respon pemerintah bisa sedemikian keras, tentu karena teriakan publik yang secara politis wajib ditangani secepatnya. Bayangkan jika industri kreatif tergolong padat karya, sepertinya pemerintah akan berpikir lebih keras untuk mengatasi masalah tanpa mematikan pihak yang tak terlibat.

Hadirnya UU Hak Cipta diharapkan mampu membawa stake holder ekonomi kreatif ke posisi politis yang mumpuni. Tentu tak sebentar untuk membangun masyarakat yang sadar hak cipta. Bahkan di negara maju pun masalah pembajakan juga masih merajalela. Sebelum keluar UU ini, sebelumnya sudah ada UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta namun apa yang kita rasakan toh tak banyak perubahaan. Melihat secara luas, ini memang bukan cuma tentang penegakan hukum dan political will. Ini juga masuk ke ranah moral serta kebudayaan. Bangsa yang kaya folklor seperti Indonesia terbiasa dengan karya yang bebas dikonsumsi. Lama kemudian, saat ini sulit untuk menjelaskan konsep hak cipta pada awam. Hak cipta memang tak berbentuk benda sehingga sulit dipahami apa yang dapat dicuri, diwariskan dan dilindungi. Bagai udara, masyaraskat merasa kekayaan intelektual dan karya cipta adalah hal bebas. Inilah tantangan tersulitnya.

Ekonomi kreatif yang kini mulai dilembagakan dan mendapat perhatian serius memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Di dalamnya ada kehormatan bangsa. Regulasi hak cipta yang baik akan membawa anak bangsa tak takut berkarya dan berinovasi. Bayangkan Indonesia sebagai bangsa yang penuh inovasi dan karya orisinil. Seniman dan penemu tak takut akan masa depannya suram. Semua akan berlomba menciptakan sesuatu yang baru dan bermanfaat. Karya cipta mereka dilindungi oleh negara. Inilah salah satu esensi dari perkembangan sebuah bangsa yang besar. Bangsa para penemu, sastrawan, penggubah, arsitek, ilmuwan, hingga programmer handal. Apakah tega jika Indonesia mentok menjadi bangsa buruh?

Image & Referensi:

Thursday, September 11, 2014

Selamat Hari Radio!

Petang 17 Agustus 1945, Jusuf Ronodipuro dan rekan2 merangsek masuk studio Hoso Kyoku (radio militer Jepang) untuk mengabarkan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Meskipun akhirnya dihajar tentara Jepang, ini jadi tonggak tersiarnya kemerdekaan RI.

Pertandingan2 bulutangkis super-seru dari Susi Susanti disiarkan dengan menawan dan menegangkan. Peraihan medali emas pun bisa dirasakan seluruh rakyat Indonesia hingga pelosok lewat radio.

Medio 1998, saya masih ingat mendengar siaran langsung radio dari lokasi2 tragedi Trisakti hingga Semanggi. Kepanikan luar biasa ditengah suara letusan bedil dan gas air mata tapi laporan pandangan mata terus berjalan. Ngeri!

Gelombang radio berkali2 jadi medium paling cepat dalam menyiarkan kejadian2 terbesar bangsa ini. Tak berlebihan jika tanggal 11 September hari berdirinya RRI dinyatakan sebagai Hari Radio di Indonesia. Selamat untuk rekan2 pekerja dan pecinta dunia radio. Merekalah garda terdepan kedaulatan bangsa di gelombang radio Indonesia.